BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cahaya matahari merupakan komponen abiotik yang berfungsi
sebagai sumber energi primer bagi ekosistem.
Sebagai sumber energi primer, cahaya penting untuk proses
fotosintesis. Dari proses ini akan dihasilkan karbohidrat yang merupakan sumber
materi dan energi bagi tumbuhan yang bersangkutan maupun hewan herbivore. Tidak
semua spectrum sinar matahari berguna untuk proses fotosintesis, tetapi hanya
beberapa jenis saja, yaitu merah, nila dan biru.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami tentang cahaya dari aspek fisiologis dan aspek fisiologis dan hubungannya
dengan proses fotosintesis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ASPEK FISIK
Max Planck (1901) mengemukakan sebuah hipotesa yang berbunyi
: energi gelombang elektromagnetik dipancarkan dan diserap bahan (zat) adalah
sebagai satuan-satuan diskrit yang disebut dengan foton yang besarnya hf, dimana h adalah konstanta yang
besarnya 6,63 x 10-34 joule detik-1, dan f adalah
frekuensi gelombang elektromagnetik. Dari hipotesa di atas dapat disimpulkan
bahwa gelombang elektromagnetik terdiri atas partikel-partikel yang mengandung
energi.
Cahaya memiliki sifat kembar, yakni sebagai gelombang dan
partikel. Selanjutnya pengamatan tentang radiasi kalor dan gejala fotolisterik
memaksa kita beranggapan bahwa cahaya (gelombang elektromagnetik) itu berbentuk
paket-paket energi yang besarnya sebanding dengan frekuensinya. Hal ini penting
untuk mengkaji respon tanaman terhadap energi cahaya dan kalor.
1. Jumlah Cahaya
Di daerah tropic jumlah energi matahari yang dapat tertangkap
kira-kira 191 kilo kalori/ cm2, sedangkan di daerah sub tropic 120
kilo kalori/ cm2 setiap tahunnya.
Jumlah cahaya yang diterima bumi ditentukan oleh letak
lintang (latitude) dan musim. Latitude berhubungan langsung dengan sudut datang
sinar matahari dengan permukaan bumi. Sedangkan sudut sinar matahari tergantung
pula dengan musim dan kemiringan (slope). Lamanya periode cahaya matahari atau
panjang hari ditentukan oleh musim.
2. Kualitas Cahaya
Kualitas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima, yang
dinyatakan dengan panjang gelombang. Cahaya yang tampak (visible light) mempunyai panjang gelombang 400 m µ - 760 m µ (1 m µ
= 10 Angstrom). Cahaya yang tampak masing-masing adalah ungu (400 – 435 m µ),
biru (435 – 490 m µ), hijau (490 – 574 m µ), kuning (574 – 595 m µ), orange
(595 – 626 m µ) dan merah (626 – 760 m µ). Sedangkan panjang gelombang yang
lebih pendek dari 400 m µ ialah sinar ultra ungu, sinar X, sinar Gamma dan
sinar Kasmis. Panjang gelombang yang lebih besar dari 760 m µ adalah sinar
infra merah, gelombang radar dan televise serta gelombang radio.
Panjang gelombang yang berfungsi untuk aktivitas fotosintesa
tanaman adalah berkisar antara 400 – 760 m µ (sinar yang tampak). Selang
panjang gelombang yang menghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan
PAR (Photosynthetically Active Radiation).
Besarnya khlorophyl (daya absorpsi tanaman) terhadap PAR, panjang gelombangnya
memperlihatkan daya absorpsinya yang berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan
khlorophyl yang terdapat pada tanaman,
yakni khlorophyl a (C55 H70 O 5 N4
Mg) dan khlorophyl b (C55 H70 O 6 N4
Mg).
Pada khlorophyl a, absorpsi yang terbesar diperoleh antara
panjang gelombang 390 – 400 m µ dan 650 – 700 m µ. Pada khlorophyl b, absorpsi
yang terbesar terdapat pada panjang gelombang 400 – 450 m µ dan 620 – 670 m µ.
Setiap tanaman juga berbeda – beda menanggapi panjang
gelombang cahaya. Contoh pembentukan tepung bagi tanaman Phasealus multiflarus
memerlukan spectrum cahaya sedikit di
luar PAR berkisar antara 330 – 760 m µ dan aktivitas maksimum terjadi pada
panjang gelombang 687 – 656 m µ (Miller, 1959).
B.
ASPEK
FISIOLOGIS
Cahaya merupakan energi dasar untuk proses fotosintesa,
karena energi cahaya menggiatkan beberapa proses dan system enzim yang terlibat
dalam rangkaian fotosintesa. Energi cahaya yang ditangkap oleh khlorophyl pada
daun atau pada bagian tanaman lainnya yang mengandung khlorophyl.
1. Reaksi fotosintesa
Fotosintesa adalah suatu proses metabolisme dalam tanaman
untuk membentuk karbohidrat yang menggunakan CO2 dari udara bebas
dan H2O dari dalam tanah dengan bantuan cahaya matahari dan
khlorophyl.12H2O + 6 CO2 + ( energi cahaya / khlorophyl) C6H12O6
+ 6O2
Reaksi fotosintesa
digolongkan atas :
a) Fase
cahaya (reaksi yang memerlukan cahaya)
Fase cahaya
terdiri dari penangkapan energi cahaya yang akan digunakan untuk memecahkan
molekul air (fotolisa) menjadi H2 dan O2.
b) Fase
gelap (reaksi yang tidak memerlukan cahaya)
Energi yang telah dihasilkan dari fase cahaya akan dipergunakan dalam
reaksi gelap. Reaksi gelap sangat tergantung pada suhu dan tidak memerlukan
cahaya. Pada prinsipnya fase gelap adalah pemindahan hydrogen dari air hasil
peristiwa hidrolisis oleh aseptor hydrogen ke asam organic berenergi rendah
untuk membentuk karbohidrat yang berenergi tinggi.
Laju fotosintesa dapat dihitung dengan cara mengukur besarnya CO2
yang difiksasi setiap satuan luas daun dalam satuan waktu tertentu, atau dalam
satuan luas lahan setiap satuan waktu.
Pendekatan-pendekatan secara fisiologis untuk meningkatkan produksi
tanamam dapat dilalui dengan cara :
- Mencari tanaman yang mempunyai efisiensi fotosintesa besar
- Mencari tanaman yang dapat beradaptasi luas, respon terhadap pupuk dan resisten terhadap hama dan penyakit.
2. Effisiensi fotosintesa
Effisiensi fotosintesa adalah ratio antara energi yang tersimpan oleh
asimilasi CO2 dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh system
fotosintesa (Monteith, dalam Alvim
dan Kozlowski, 1977). Effisiensi fotosintesa dibatasi oleh system cahaya (intensitas,
kualitas dan lamanya penyinaran), golongan tanaman (C4, C3,
dan CAM) suhu dan air.
Faktor-faktor pembatas ini secara langsung berakibat mempengaruhi kegiatan
respirasi, translokasi assimilate dari source ke sink dan penumpukan assimilate
pada sink.
Tanaman yang jalur fotosintesanya tergolong C4 lebih besar
dapat mengubah energi matahari (lapar cahaya) menjadi energi kimia dalam system
fotosintesanya. Juga menghendaki suhu yang lebih tinggi atau fotosintesa yang
optimumnya tercapai pada suhu tinggi (+35 oC). Sedangkan tanaman
yang jalur fotosintesanya tergolong C3 lebih cenderung (senang)
intensitas cahaya lemah atau fotosintesa optimumnya tercapai pada suhu rendah
(+30 oC).
3. Fluktuasi laju fotosintesa
Laju fotosintesa bervariasi akibat kegiatan-kegiatan
fisiologis tanaman (respirasi, transpirasi), golongan tanaman, letak lintang
(latitude), kondisi air tanah, suhu dan keadaan atmosfer (kecerahan udara) dan
lain-lain. Besarnya energi matahari yang diterima oleh tanaman tidak sama dari
musim ke musim dan latitude ke latitude lainnya. Besarnya energi matahari yang
ditangkap tanaman untuk jenis tanaman yang berbeda, juga berbeda-beda.
Konsentrasi karbondioksida di udara memberikan laju
fotosintesa yang berbeda antara tanaman, sesuai dengan tingkat konsentrasi
karbondioksida.
Semua faktor yang mempengaruhi,laju fotosintesa secara garis
besar dikelompokkan menjadi 3 golongan besar, yakni iklim, tanah dan tanaman.
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi
fotosintesa
a.
Suhu
Suhu berkolerasi dengan penangkapan cahaya matahari.
Intensitas cahaya tinggi, suhu juga tinggi. Sampai batas tertentu laju
fotosintesa meningkat dengan meningkatnya suhu. Tanaman beriklim sedang suhu
maksimum untuk fotosintesa berkisar antara 20 oC sampai 30 oC.
Fotosintesa naik dengan meningkatnya suhu dari 10oC sampai 30oC
tetapi akan menurun dengan naiknya suhu
setelah diatas 30oC dan fotosintesa juga menurun dengan turunnya
suhu dari 10oC sampai 0oC. Pada suhu 0oC
fotosintesa terhenti. Dari kondisi ini diketahui bahwa suhu bekerja sebagai
faktor pematas.
Suhu tinggi menurut Edwards dan Walker (1983) menurunkan kelarutan
karbondioksida, meningkatkan ratio kelarutan oksigen/ karbondioksida dan
aktivitas enzim karboksilaseoksigenase ribulose bifosfat.
Suhu rendah bersifat membatasi proses metabolisme tanaman,
suhu di bawah 5oC bagi tanaman beriklim sedang sudah menghentikan
fotosintesa. Suhu rendah meningkatkan viskositas air sehingga translokasi air
dari akar dapat terhalang mencapai titik daun. Aktivitas enzim terganggu
apabila suhu mencapai titik beku, karena terjadi viskositas tinggi dan akan
menghalang difusi enzim dalam jaringan tanaman.
b.
Penangakapan radiasi matahari
Bila air cukup tersedia dan suhu tidak menjadi faktor
pembatas laju fotosintesa netto hamper berbanding lurus dengan penangkapan
(intersepsi) radiasi matahari. Faktor daun yang mempengaruhi besarnya
intersepsi radiasi matahari adalah indeks luas daun (leaf area index = LAI).
Apabila LAI ditingkatkan besarnya penangkapan radiasi matahari juga akan
bertambah. Dengan bertambahnya penangkapan radiasi matahari laju fotosintesa
dapat ditingkatkan sampai batas tercapainya LAI optimum.
LAI optimum dapat dicapai dengan upaya kombinasi pengaturan
jarak tanam dan varietas berdaun tegak. Apabila LAI optimum dicapai helaian
daun yang terbawah biasanya dalam keadaan sedikit di atas titik konfensasi
cahaya. Tetapi jika LAI di bawah optimum sebagian radiasi matahari terbuang
percuma, laju fotosintesa netto berkurang, akibatnya hasil menurun.
c.
Lama dan lajunya perkembangan tanaman akan dipengaruhi
oleh fluktasi iklim. Suhu yang rendah pada awal fase vegetatif, yang
menyebabkan besarnya luas daun tetapi bila suhu tinggi pada fase vegetatif akan
menyebabkan tanaman pendek dan luas daun sempit. Lama penyinaran pada permulaan
fase vegetatif akan meningkatkan asimilat yang akan dipergunakan untuk
perbentukan organ-organ baru, di antranya adalah organ penyimpan (storage).Daerah
yang musimnya relative nyata antara musim semi, panas, dingin dan gugur,
penjadwal tanam merupakan bagian penting dari teknologi budidaya. Hal ini yang
membedakan produktivitas di daerah subtropik dengan daerah tropik.
BAB III
KESIMPULAN
Cahaya dari aspek fisik merupakan
pancaran-panacaran halus dari radiasi
matahari dalam bentuk spectrum elektromagnetik dengan panjang
gelombang 400 – 760 m µ dimana intensitas cahaya, kualitas cahaya dan durasi
cahaya akan mempengaruhi proses fotosintesa, contohnya intensitas tinggi maka fotosintesa pun akan
tinggi.
Cahaya dari aspek fisiologis merupakan energi dasar untuk proses fotosintesa, karena
energi cahaya menggiatkan beberapa
proses dan system enzim yang terlibat
dalam rangkaian fotosintesa. Energi cahaya dari pancarkan radiasi mataharin dalam bentukn spectrum elektromagnetik dan panjang
gelombang 400 – 760 m µ ditangkap oleh
khlorophyl pada daun atau pada daun bagian tanaman lainnya
yang mengandung khlorophyl.
DAFTAR PUSTAKA
Jumin, H.B. 1992, Ekologi Tanaman, Jakarta,
Rajawali Pers.
Prawirohartono, Slamet, 2005, Sains Biologi, Jakarta, Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar