Selasa, 19 Juni 2012

EKOLOGI TANAMAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Cahaya matahari merupakan komponen abiotik yang berfungsi sebagai sumber energi primer bagi ekosistem.
Sebagai sumber energi primer, cahaya penting untuk proses fotosintesis. Dari proses ini akan dihasilkan karbohidrat yang merupakan sumber materi dan energi bagi tumbuhan yang bersangkutan maupun hewan herbivore. Tidak semua spectrum sinar matahari berguna untuk proses fotosintesis, tetapi hanya beberapa jenis saja, yaitu merah, nila dan biru.

B.     TUJUAN
        Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang cahaya dari aspek fisiologis dan aspek fisiologis dan hubungannya dengan proses fotosintesis.
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.     ASPEK FISIK

Max Planck (1901) mengemukakan sebuah hipotesa yang berbunyi : energi gelombang elektromagnetik dipancarkan dan diserap bahan (zat) adalah sebagai satuan-satuan diskrit yang disebut dengan foton yang besarnya hf, dimana h adalah konstanta yang besarnya 6,63 x 10-34 joule detik-1, dan f adalah frekuensi gelombang elektromagnetik. Dari hipotesa di atas dapat disimpulkan bahwa gelombang elektromagnetik terdiri atas partikel-partikel yang mengandung energi.
Cahaya memiliki sifat kembar, yakni sebagai gelombang dan partikel. Selanjutnya pengamatan tentang radiasi kalor dan gejala fotolisterik memaksa kita beranggapan bahwa cahaya (gelombang elektromagnetik) itu berbentuk paket-paket energi yang besarnya sebanding dengan frekuensinya. Hal ini penting untuk mengkaji respon tanaman terhadap energi cahaya dan kalor.

1.      Jumlah Cahaya
Di daerah tropic jumlah energi matahari yang dapat tertangkap kira-kira 191 kilo kalori/ cm2, sedangkan di daerah sub tropic 120 kilo kalori/ cm2 setiap tahunnya.
Jumlah cahaya yang diterima bumi ditentukan oleh letak lintang (latitude) dan musim. Latitude berhubungan langsung dengan sudut datang sinar matahari dengan permukaan bumi. Sedangkan sudut sinar matahari tergantung pula dengan musim dan kemiringan (slope). Lamanya periode cahaya matahari atau panjang hari ditentukan oleh musim.

2.      Kualitas Cahaya
Kualitas cahaya adalah mutu cahaya yang diterima, yang dinyatakan dengan panjang gelombang. Cahaya yang tampak (visible light) mempunyai panjang gelombang 400 m µ - 760 m µ (1 m µ = 10 Angstrom). Cahaya yang tampak masing-masing adalah ungu (400 – 435 m µ), biru (435 – 490 m µ), hijau (490 – 574 m µ), kuning (574 – 595 m µ), orange (595 – 626 m µ) dan merah (626 – 760 m µ). Sedangkan panjang gelombang yang lebih pendek dari 400 m µ ialah sinar ultra ungu, sinar X, sinar Gamma dan sinar Kasmis. Panjang gelombang yang lebih besar dari 760 m µ adalah sinar infra merah, gelombang radar dan televise serta gelombang radio.
Panjang gelombang yang berfungsi untuk aktivitas fotosintesa tanaman adalah berkisar antara 400 – 760 m µ (sinar yang tampak). Selang panjang gelombang yang menghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut dengan PAR (Photosynthetically Active Radiation). Besarnya khlorophyl (daya absorpsi tanaman) terhadap PAR, panjang gelombangnya memperlihatkan daya absorpsinya yang berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan khlorophyl  yang terdapat pada tanaman, yakni khlorophyl a (C55 H70 O 5 N4 Mg) dan khlorophyl b (C55 H70 O 6 N4 Mg).
Pada khlorophyl a, absorpsi yang terbesar diperoleh antara panjang gelombang 390 – 400 m µ dan 650 – 700 m µ. Pada khlorophyl b, absorpsi yang terbesar terdapat pada panjang gelombang 400 – 450 m µ dan 620 – 670 m µ.
Setiap tanaman juga berbeda – beda menanggapi panjang gelombang cahaya. Contoh pembentukan tepung bagi tanaman Phasealus multiflarus memerlukan spectrum cahaya sedikit  di luar PAR berkisar antara 330 – 760 m µ dan aktivitas maksimum terjadi pada panjang gelombang 687 – 656 m µ (Miller, 1959).

B.     ASPEK FISIOLOGIS
Cahaya merupakan energi dasar untuk proses fotosintesa, karena energi cahaya menggiatkan beberapa proses dan system enzim yang terlibat dalam rangkaian fotosintesa. Energi cahaya yang ditangkap oleh khlorophyl pada daun atau pada bagian tanaman lainnya yang mengandung khlorophyl.
1.      Reaksi fotosintesa
Fotosintesa adalah suatu proses metabolisme dalam tanaman untuk membentuk karbohidrat yang menggunakan CO2 dari udara bebas dan H2O dari dalam tanah dengan bantuan cahaya matahari dan khlorophyl.12H2O  +  6 CO2  + ( energi cahaya / khlorophyl)   C6H12O6 + 6O2

Reaksi fotosintesa digolongkan atas :
a)      Fase cahaya (reaksi yang memerlukan cahaya)
Fase cahaya terdiri dari penangkapan energi cahaya yang akan digunakan untuk memecahkan molekul air (fotolisa) menjadi H2 dan O2.
b)      Fase gelap (reaksi yang tidak memerlukan cahaya)
Energi yang telah dihasilkan dari fase cahaya akan dipergunakan dalam reaksi gelap. Reaksi gelap sangat tergantung pada suhu dan tidak memerlukan cahaya. Pada prinsipnya fase gelap adalah pemindahan hydrogen dari air hasil peristiwa hidrolisis oleh aseptor hydrogen ke asam organic berenergi rendah untuk membentuk karbohidrat yang berenergi tinggi.

Laju fotosintesa dapat dihitung dengan cara mengukur besarnya CO2 yang difiksasi setiap satuan luas daun dalam satuan waktu tertentu, atau dalam satuan luas lahan setiap satuan waktu.
Pendekatan-pendekatan secara fisiologis untuk meningkatkan produksi tanamam dapat dilalui dengan cara :
  • Mencari tanaman yang mempunyai efisiensi fotosintesa besar
  • Mencari tanaman yang dapat beradaptasi luas, respon terhadap pupuk dan resisten terhadap hama dan penyakit.
2.      Effisiensi fotosintesa
Effisiensi fotosintesa adalah ratio antara energi yang tersimpan oleh asimilasi CO2 dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh system fotosintesa (Monteith, dalam Alvim dan Kozlowski, 1977). Effisiensi fotosintesa dibatasi oleh system cahaya (intensitas, kualitas dan lamanya penyinaran), golongan tanaman (C4, C3, dan CAM) suhu dan air. Faktor-faktor pembatas ini secara langsung berakibat mempengaruhi kegiatan respirasi, translokasi assimilate dari source ke sink dan penumpukan assimilate pada sink.
Tanaman yang jalur fotosintesanya tergolong C4 lebih besar dapat mengubah energi matahari (lapar cahaya) menjadi energi kimia dalam system fotosintesanya. Juga menghendaki suhu yang lebih tinggi atau fotosintesa yang optimumnya tercapai pada suhu tinggi (+35 oC). Sedangkan tanaman yang jalur fotosintesanya tergolong C3 lebih cenderung (senang) intensitas cahaya lemah atau fotosintesa optimumnya tercapai pada suhu rendah (+30 oC).

3.      Fluktuasi laju fotosintesa
Laju fotosintesa bervariasi akibat kegiatan-kegiatan fisiologis tanaman (respirasi, transpirasi), golongan tanaman, letak lintang (latitude), kondisi air tanah, suhu dan keadaan atmosfer (kecerahan udara) dan lain-lain. Besarnya energi matahari yang diterima oleh tanaman tidak sama dari musim ke musim dan latitude ke latitude lainnya. Besarnya energi matahari yang ditangkap tanaman untuk jenis tanaman yang berbeda, juga berbeda-beda.
Konsentrasi karbondioksida di udara memberikan laju fotosintesa yang berbeda antara tanaman, sesuai dengan tingkat konsentrasi karbondioksida.
Semua faktor yang mempengaruhi,laju fotosintesa secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 golongan besar, yakni iklim, tanah dan tanaman.

4.      Faktor – faktor yang mempengaruhi fotosintesa
a.       Suhu
Suhu berkolerasi dengan penangkapan cahaya matahari. Intensitas cahaya tinggi, suhu juga tinggi. Sampai batas tertentu laju fotosintesa meningkat dengan meningkatnya suhu. Tanaman beriklim sedang suhu maksimum untuk fotosintesa berkisar antara 20 oC sampai 30 oC. Fotosintesa naik dengan meningkatnya suhu dari 10oC sampai 30oC tetapi akan menurun  dengan naiknya suhu setelah diatas 30oC dan fotosintesa juga menurun dengan turunnya suhu dari 10oC sampai 0oC. Pada suhu 0oC fotosintesa terhenti. Dari kondisi ini diketahui bahwa suhu bekerja sebagai faktor pematas.
Suhu tinggi menurut Edwards dan Walker (1983) menurunkan kelarutan karbondioksida, meningkatkan ratio kelarutan oksigen/ karbondioksida dan aktivitas enzim karboksilaseoksigenase ribulose bifosfat.
Suhu rendah bersifat membatasi proses metabolisme tanaman, suhu di bawah 5oC bagi tanaman beriklim sedang sudah menghentikan fotosintesa. Suhu rendah meningkatkan viskositas air sehingga translokasi air dari akar dapat terhalang mencapai titik daun. Aktivitas enzim terganggu apabila suhu mencapai titik beku, karena terjadi viskositas tinggi dan akan menghalang difusi enzim dalam jaringan tanaman.

b.      Penangakapan radiasi matahari
Bila air cukup tersedia dan suhu tidak menjadi faktor pembatas laju fotosintesa netto hamper berbanding lurus dengan penangkapan (intersepsi) radiasi matahari. Faktor daun yang mempengaruhi besarnya intersepsi radiasi matahari adalah indeks luas daun (leaf area index = LAI). Apabila LAI ditingkatkan besarnya penangkapan radiasi matahari juga akan bertambah. Dengan bertambahnya penangkapan radiasi matahari laju fotosintesa dapat ditingkatkan sampai batas tercapainya LAI optimum.
LAI optimum dapat dicapai dengan upaya kombinasi pengaturan jarak tanam dan varietas berdaun tegak. Apabila LAI optimum dicapai helaian daun yang terbawah biasanya dalam keadaan sedikit di atas titik konfensasi cahaya. Tetapi jika LAI di bawah optimum sebagian radiasi matahari terbuang percuma, laju fotosintesa netto berkurang, akibatnya hasil menurun.

c.       Lama dan lajunya perkembangan tanaman akan dipengaruhi oleh fluktasi iklim. Suhu yang rendah pada awal fase vegetatif, yang menyebabkan besarnya luas daun tetapi bila suhu tinggi pada fase vegetatif akan menyebabkan tanaman pendek dan luas daun sempit. Lama penyinaran pada permulaan fase vegetatif akan meningkatkan asimilat yang akan dipergunakan untuk perbentukan organ-organ baru, di antranya adalah organ penyimpan (storage).Daerah yang musimnya relative nyata antara musim semi, panas, dingin dan gugur, penjadwal tanam merupakan bagian penting dari teknologi budidaya. Hal ini yang membedakan produktivitas di daerah subtropik dengan daerah tropik.
BAB III
KESIMPULAN

Cahaya dari aspek fisik merupakan pancaran-panacaran halus  dari radiasi matahari  dalam  bentuk spectrum elektromagnetik dengan panjang gelombang 400 – 760 m µ dimana intensitas cahaya, kualitas cahaya dan durasi cahaya akan mempengaruhi proses fotosintesa, contohnya  intensitas tinggi maka fotosintesa pun akan tinggi.
Cahaya dari aspek fisiologis merupakan  energi dasar untuk proses fotosintesa, karena energi cahaya  menggiatkan beberapa proses  dan system enzim yang terlibat dalam rangkaian fotosintesa. Energi cahaya dari pancarkan radiasi mataharin  dalam bentukn spectrum elektromagnetik  dan panjang  gelombang 400 – 760 m µ ditangkap oleh  khlorophyl  pada daun  atau pada daun  bagian tanaman  lainnya  yang  mengandung khlorophyl.

DAFTAR PUSTAKA

Jumin, H.B. 1992, Ekologi Tanaman, Jakarta, Rajawali Pers.
Prawirohartono, Slamet, 2005, Sains Biologi, Jakarta, Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar