B U A H N A G
A
Mungkin masih awam didengar di telinga masyarakat, karena pada
tahun 2001 buah ini hanya ada di Israel, Australia, Thailand dan Vietnam,
tetapi sekarang sudah mulai merambah pasaran Indonesia. Jenis buah naga ada
empat macam, pertama buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga
daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus
costari-censis) dan buah naga kulit kuning daging putih Selenicerius Megalanthus).
Sampai sekarang, ada 4 jenis tanaman buah Naga yang
bisa tumbuh di tanah kita. Apa saja?
1. Hylocereus undatus (merah-putih)
Jenis ini yang paling lazim dan banyak ditanam di
beberapa daerah. Ciri khasnya terletak pada kulitnya merah tapi dagingnya
putih. Beratnya mulai 0,4 kg sampai 0,7 kg per buah, tapi kadar kemanisannya
tergolong lebih rendah ketimbang jenis lainnya.
2. Hylocereus polyrhizus (merah-merah keunguan)
Kulit buahnya merah, sedangkan daging buah merah
keunguan. Dari segi rasa memang lebih manis ketimbang H. undatus, tapi beratnya
paling maksimum 0,4 kg.
3. Hylocereus costaricensis (super merah)
3. Hylocereus costaricensis (super merah)
Sepintas mirip H. polyehizus, namun warna daging
buahnya merah mencolok, bahkan sering disebut buah Naga "super
merah". Rasa manisnya hampir mirip, hanya ia lebih besar sedikit.
4. Selenicereus megalanthus (kuning)
Jenis ini paling berbeda. Kulit buahnya kuning.
Ciri khasnya terletak pada rasa, paling manis dibandingkan ketiga jenis buah
Naga lain. Memang, buahnya kecil, hanya sekitar 80-100 gram per buah. Dan
biasanya ditanam di daerah dingin, ketinggian lebih dari 800 meter di atas
permukaan laut.
PUPUK DAN PANGKAS
Yang tak kalah penting pemupukan. Setiap bulan, beri
pupuk NPK (15 : 15 : 15) sebanyak 2 sendok teh per tanaman. Tambahkan pula
pupuk mikro, misalnya Metalik, dengan konsentrasi 4 cc/liter air, dan dosis per
tanaman 3 liter. Pada umur 6 bulan, beri pupuk Hortigo Kuning dan Hortigo Power
masing-masing 0,5 sendok teh per tanaman.
Jangan lupa, lakukan pemangkasan, baik untuk pembentukan cabang baru maupun cabang produktif. Kelak, di umur 6 bulan, tanaman pun akan mulai berbunga. Dari kuncup bunga menjadi buah muda hingga buah siap petik membutuhkan waktu sekitar 50 - 55 hari. Saat itulah kita akan menyaksikan betapa eksotiknya penampilan sang Naga.
Dragon Fruit, Buah Kaktus Eksotik
Orang Cina kuno menganggap buah itu membawa
berkah. Karena itu, ia selalu diletakkan di antara dua ekor patung naga
berwarna hijau di atas meja altar. Warna merah buah jadi mencolok sekali di
antara warna naga-naga yang hijau. Dari kebiasaan inilah buah itu di kalangan
orang Vietnam
yang menganut budaya Cina, lalu terkenal sebagai thang loy (buah naga). Thang
loy-nya orang Vietnam
ini kemudian diinggriskan di Eropa dan negara lain yang berbahasa Inggris
sebagai dragon fruit.
Ternyata buah itu cuma buah kaktus. Ah, kalau
kaktus sih, memang sudah lama terkenal ada jenis yang dapat dimakan buahnya.
Tetapi dragon fruit ini bukan buah kaktus biasa yang kita kenal sebagai prickly
pear, Opuntia ficus-indica itu. Tanaman penghasilnya ialah kaktus pemanjat Hylocereus
undatus.
Ia disebut pemanjat, karena batangnya memang
memanjat batang tanaman lain ketika ia ditemukan pertama kali di tempat
tumbuhnya yang asli di lingkungan hutan belantara yang teduh. Kalau ia dicabut
dari tanah, ia masih hidup terus sebagai epifit, menyerap air dan mineral
melalui akar udara pada batangnya di daerah atasan.
Kaktus yang nyeleneh ini hidup asli di
Meksiko (di sana
disebut pitahaya), Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian utara. Di
sini ia dipanggil pitaya roja (pitaya merah). Sebagai hasil hutan,
pitahaya dan pitaya sudah lama dimanfaatkan buahnya oleh orang Indian, tetapi
selama itu tidak pernah diberitakan dalam media massa dunia.
Pada tahun 1870, tanaman itu dibawa orang
Prancis dari Guyana, Amerika Selatan bagian utara, ke Vietnam, sebagai tanaman
hias untuk bagus-bagusan. Pitahaya memang menarik. Batangnya saja sudah
aneh, berbentuk segitiga. Mana ada tanaman yang berbatang segitiga? (Yang segi
empat dan bulat banyak!)
Keanehan kedua ialah, durinya pendek sekali
dan tidak mencolok, sampai mereka dianggap "kaktus tak berduri".
Tetapi yang paling aneh ialah bunganya. Mekarnya mulai senja, kalau kuncup
bunga sudah sepanjang 30 cm. Itulah saatnya kita mengundang para tetangga dan
handai taulan pencinta bunga untuk menyaksikan mekarnya pitahaya. Boleh
dikata dengan cepat, mahkota bunga bagian luar yang krem itu mekar pada pukul
sembilan (kira-kira), lalu disusul mahkota bagian dalam yang putih bersih,
meliputi sejumlah benangsari yang kuning.
Bunga seperti corong itu akhirnya terbuka
penuh pada tengah malam. Itulah sebabnya ia tersiar luas ke seluruh dunia
sebagai night blooming cereus. Sambil mekar penuh ini, ia menyebar bau
yang harum.
Ternyata bau ini disebar ke seluruh penjuru
angin malam, untuk menarik para kelelawar, agar sudi kiranya datang bertandang
untuk menyerbuki bunga itu. Dalam gelap gulitanya hutan belantara malam, mata
kelelawar memang kurang awas, tetapi hidungnya "tajam".
Orang Vietnam kemudian tahu, ternyata
tanaman itu dapat dimakan buahnya seperti di Meksiko, lalu mengebunkannya
khusus untuk dipanen buahnya.
Di sepanjang pantai timur, mulai dari Ho Chi Minh
City di selatan, sampai ke Nha Trang di utara, kini muncul kebun kaktus itu,
sampai ratusan hektar luasnya. Walaupun usahanya komersial, namun cara
bertanamnya masih secara tradisional seperti cara orang Indian Amerika Selatan
(bagian utara).
Kaktus ditanam di antara pohon-pohon lain
yang bertindak sebagai tempat panjatan yang murah. Secara berkala, pohon
panjatan ini dipangkas daunnya agar bisa leluasa meneruskan matahari ke batang
kaktus. Para pekebun yakin bahwa dengan
tindakan itu, produksi buah naga bisa meningkat.
Kalau sudah musim buah, antara Juli dan
Oktober, buah thang loy memang melimpah sampai dihidangkan sebagai
pencuci mulut di pesawat Vietnam Airlines ke Eropa. Di Vietnam sendiri, buah
dijajakan di kios buah-buahan wet market (pasar becek).
Secara sederhana, buah naga dimakan segar,
setelah masak dan empuk. Buah dibelah jadi dua, lalu daging buahnya yang putih
bertaburan biji hitam kecil-kecil disendoki.
Biji ini dapat dimakan tanpa menggangu
kesehatan, seperti biji selasih. Baru kita tahu betapa menyegarkan daging buah
itu, yang dipromosikan sebagai "lebih manis daripada semangka", tapi
agak asam-asam sedikit.
Cara makan seperti ini kita tiru (alih
teknologikan) dari orang Indian Amerika Selatan. Kulit buah belahan kita pegang
sebagai semacam mangkok.
Mereka yang enggan makan seperti orang
Indian, mengolah buah menjadi pai saja. Ada
pula yang menyantapnya sebagai dessert dalam bentuk es krim restoran
modern.
Mitos khasiat penyembuhan
Dalam berbagai pameran buah-buahan tahun 1999
yang lalu, buah naga dipromosikan sebagai penyeimbang kadar gula darah,
pencegah kolesterol tinggi, dan pencegah kanker usus. Promosi yang berlebihan seperti ini harus dibaca dengan kacamata yang
skeptis. Sebab, bukti khasiat yang dikemukakan bukan bukti hasil penelitian,
tetapi hanya daftar kandungan nutrisi yang disusun para "promotor"
sendiri. Kita diajak menarik kesimpulan berdasarkan angka-angka kandungan
nutrisi itu. Tentu saja ada yang tidak mau.
Jenis kaktus penghasil nopalitos yang sudah jelas berkhasiat ialah
Opuntia ficus-indica karena sudah jelas diteliti dengan sahih.
"Makan nopalitos
dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes yang tidak tergantung
pada insulin," tulis Yosef Mizrahi dan Avinoam Nerd dari Ben Gurion
University, Israel, dalam "Cacti as crops" di Horticultural Review
18 (1997): 291-320. "Selain itu, nopalitos juga menurunkan kadar
lemak dan kolesterol darah."
Nopalitos ialah pucuk tunas cabang kaktus prickly pear, Opuntia ficus-indica
yang masih pipih seperti daun, sampai disebut salah kaprah "daun
kaktus". Setelah dibuang duri dan tunas daunnya yang muda, sayur itu bisa
dimasak macam-macam, termasuk sebagai salad dan sop daging.
Walaupun nilai gizinya sama
dengan jenis-jenis sayuran lain seperti spinach dan daun selada (90%
air, 3-7% karbohidrat, dan 1,3% mineral, terutama kalsium), namun ia merupakan
sumber vitamin beta karoten (18-30 mg tiap 100 g bobot sayuran) dan vitamin C
(10-18 mg tiap 100 g bobot sayur). Inilah yang menjaga kesehatan orang Indian
Amerika Selatan dan Meksiko.
Tetapi baru tahun 1979, dunia
kedokteran tahu, bahwa nopalitos itu berkhasiat menurunkan kadar gula,
sejak Ibanez-Camacho dari Meksiko menelitinya. Kemudian
juga ternyata
menurunkan kadar lemak dan kolesterol,
setelah Fernandez dan kawan-kawannya meneliti buah prickly pear itu
tahun 1992.
Dragon fruit belum ada yang meneliti khasiatnya secara sahih seperti itu, sehingga
belum dapat dianggap sama khasiatnya dengan nopalitos kaktus Opuntia
fiscus-indica itu. Khasiat Dragon fruit masih mitos.
Buah kaktus Opuntia itu
juga sudah lama diperkebunkan di Amerika Serikat, Israel, Afrika Selatan, dan
negara-negara Amerika Selatan. Di Meksiko,
buah dijual sebagai tuna dan di Amerika Utara sebagai cactus pear
atau prickly pear.
Baru pada tahun 1980, buah kaktus epifit
semacam dragon fruit mulai ikut menyerbu pasar dunia. Gara-gara seorang
pengusaha Jepang merasakan sendiri betapa enaknya buah itu, ia minta dipasok
beberapa ton buah pitaya amarilla, Selenicereus megalanthus untuk
diekspor ke Jepang.
Di sana
buah itu ternyata sangat disukai, sampai orang Kolombia yang diminta memasok
beberapa ton buah itu mengebunkan tanamannya secara komersial.
Buah ini mirip dragon fruit yang kita
kenal sekarang, tetapi warnanya kuning. Ketika masih setengah matang, buah
pitaya kuning mencolok sekali duri-durinya yang bisa sampai 2 cm panjangnya.
Tetapi sesudah masak, duri itu luruh. Ketika
dipanen sebelum buah masak benar, duri yang masih agak menempel tapi sudah loyo
itu disikat sampai bersih dulu, baru buah dipak untuk dijual. Bercak bekas
tempat duri masih tampak menonjol seperti bisul.
Di Kolombia, kaktus ini diperkebunkan dengan
diberi trelli sebagai tempat memanjat. Cara penanaman dengan trelli ini
kemudian dialih teknologikan (ditiru) di Israel, dan pada akhir tahun 1994
dialih teknologikan pula ke beberapa pengusaha pekebun buah di Thailand, tetapi
yang ditanam bibit dragon fruit yang merah buahnya. Kita di Indonesia
baru mengalih teknologikan cara makannya saja.
Untuk mempermudah perawatan sekaligus meningkatkan
produksi, budidaya buah naga yang selama ini lebih banyak menggunakan tiang
tinggi diujicobakan ke tiang yang lebih pendek di kawasan Pantai Glagah, Kulon
Progo. Jika terbukti berhasil, maka budidaya buah naga selanjutnya dianjurkan
menggunakan tiang pendek.
Romo Paulus Tribrata, pemilik kebun agrowisata di
Pantai Glagah, Senin (31/7), mengutarakan, uji coba penggunaan tiang pendek
tersebut dilakukan pada tanaman buah naga seluas 3.000 meter persegi. Jika
sebelumnya buah naga menggunakan tiang setinggi dua meter, kini hanya
menggunakan tiang setinggi 160 sentimeter.
"Dengan tiang tinggi, petani harus menggunakan
tangga untuk merawat buahnya. Buahnya juga sering jatuh kalau tertiup angin
karena saking tingginya tiang. Kalau banyak buah yang jatuh, maka produksi pun
turun sehingga keuntungan petani tidak bisa maksimal," kata Paulus.
Menurut Paulus, untuk memaksimalkan produksi, jarak tanam yang 2,5 x 2 meter kini dipersempit menjadi 2,25
x 2 meter. "Penyempitan jarak ini sebagai pengganti ruang tumbuh
bagi tanaman yang hilang akibat tiangnya diperpendek. Jadi
ruang tumbuhnya hanya diganti dari vertikal menjadi horizontal," tuturnya.
Di kebun agrowisata Paulus mengembangkan
budidaya buah naga dan 200 jenis tanaman obat pada lahan seluas dua hektar,
yang statusnya adalah Paku Alam Ground. Paulus menanam 2.000 tiang buah naga,
per tiang bisa menghasilkan 250 kilogram per tahun. Selain menjual buahnya, Paulus
juga melayani penjualan bibit buah naga dengan harga Rp 30.000 per pak. Satu
tiang membutuhkan empat pak.
"Saat
ini stok buah naga di dalam negeri sedang langka karena masa panen belum tiba.
Jadi buah naga yang beredar di pasaran banyak didatangkan dari Vietnam yang
saat ini tengah panen," ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan
Kelautan Kulon Progo Agus Langgeng Basuki mengatakan, tahun 2006 pemerintah
Kulon Progo belum berencana menambah areal tanam buah naga mengingat masih
terbatasnya pasar. Adapun jenis buah naga putih harganya Rp 25.000- Rp 30.000
per kilogram, sedangkan buah naga merah bisa mencapai Rp 60.000 per kilogram. (ENY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar